Sebelum Berakhir Jabatan, Kepala BPN Pusat Diminta Turun Tangan
PULANG PISAU – Sungguh ironi warga eks transmigrasi di Pangkoh 3, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau. Menempati space transmigrasi sejak tahun 1982, hingga kini belum memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah pekarangan dan areal persawahan.
Padahal sebelum mereka berangkat transmigrasi dari daerah asalnya, pemerintah daerah setempat bersama Kementerian Transmigrasi sudah menjanjikan dilokasi transmigrasi itu akan memberikan tanah pekarangan seperempat hektar dan tanah garapan 2 hektar per kepala keluarga. Tanah tersebut berserta sertifikat atas nama pribadi.
“Namun kenyataanya hingga saat ini baru sebagian kecil warga eks transmigrasi di Kabupaten Pulang Pisau itu yang mendapat sertifikat tanah baik tanah pekarangan maupun persawahan,” kata Syahri (60) warga Pangkoh 3.
Sebenarnya, katanya sejak Pulang Pisau dimekarkan dari Kabupaten Kapuas, perangkat desa maupun warga sudah beberapa kali mempertanyakan soal sertifikat tanahnya di Badan Pertanahan Negara (BPN) Pulang Pisau. Namun belum ada realisasinya.
Syahri mengungkapkan warga transmigrasi yang sama sekali tidak mendapatkan sertifikat tanahnya itu berada di Blok D Pangkoh 3. Sementara beberapa blok lainya seperti blok A, B atau C, hanya sebagian kecil saja yang sudah mendapatkan sertifikat tanah.
Ia mengaku tidak mengetahui sebab musababnya pihak terkait khususnya BPN tidak memberikan sertifikat tanahnya kepada warga transmigrasi ketika awal menempati lokasi. Padahal warga itu sudah puluhan tahun menempati daerah tersebut. Karena itu ia mendesak kepada BPN Pulang Pisau untuk segera menerbitkan sertifikat tanah kepada warga eks transmigrasi.
Syahri yang merupakan sesepuh warga Desa Kantan Atas dan Kantan berharap pemerintahan melalui Kepala BPN Pusat sebelum mengakhiri masa jabatannya agar turun tangan membantu warga Pangkoh 3 secara khusus dan warga eks tranmigrasi di Kabupaten Pulang Pisau untuk segera mendapatkan sertifikat kepemilikan tanah.
Salah seorang perangkat Desa Kantan Atas Trimo membenarkan sebagian besar warga transmigrasi yang sekarang ini sudah menjadi desa definitive belum memiliki sertifikat tanah pekarangan dan tanah sawah. Pemerintah melalui BPN pertamakali menerbitkan sertifikat tanah sekitar tahun 1998. Itu pun hanya sebagian kecil saja.
Dia juga membenarkan jika warga transmigrasi khususnya di Blok D Pangkoh 3 belum pernah mendapatkan sertifikat tanah. Trimo menjelaskan warga di Blok D merupakan satu kesatuan dari warga transmigrasi di Pangkoh 3 kala itu. Lokasi di Blok D itu sering kebanjiran lantaran saluran tersier belum tembus sampai ke Blok D.
“Atas inisiatif pemerintah dan inisiatif sendiri, warga trans di Blok D itu direlokasi ke beberapa blok dan sebagian masuk ke wilayah Desa Kantan Atas,” kata Sutrimo yang di temui di lokasi Blok D Minggu (8/9) lalu.
Sampai sekarang, katanya boro-boro tanah garapan di Blok D mendapatkan sertifikat, warga Desa Kantan Atas sendiri sebagian besar juga belum mendapatkan sertifikat. Desa dan warga pernah mengusulkan kepada BPN tapi belum ada tanggapan.
“Memang ada sebagian kecil yang mendapatkan sertifikat melalui program PTSL. Tapi sebagian besar tanah di Desa Kantan Ata itu belum ada sertifikatnya. Hanya SPT yang diterbitkan desa diketahui camat setempat,” ucapnya.
Menurutnya BPN pernah meminta data-data warga transmigrasi di Pangkoh 3 untuk diterbitkan sertifikat. Tapi sampai puluhan tahun ini sertifikatnya juga tak kunjung ada. Bahkan sampai berganti beberapa kali kepala desa pun juga tidak pernah ada sertifikatnya.
Sebetulnya bagi BPN tidak terlalu sulit untuk menerbitkan sertifikat. Karena lahan itu sudah ada SPTnya yang diterbitkan desa diketahui camat. Barangkali BPN tinggal menerbitkan sertifikat berdasarkan SPT tersebut. (to)