Palangka Raya,Radar Tribun– Brigadir AKS, anggota Polresta Palangka Raya, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencurian dengan kekerasan (curas) yang menewaskan BA, seorang sopir ekspedisi asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kasus ini juga menyeret MH, seorang sopir Seize, sebagai tersangka.
Kabid Propam Polda Kalimantan Tengah (Kalteng), Kombes Pol Nugroho, mengungkapkan bahwa hasil audit investigasi terhadap penemuan jenazah BA di Kabupaten Katingan membuktikan keterlibatan AKS. Sidang kode etik profesi yang telah dijalankan memutuskan bahwa AKS terbukti melakukan perbuatan tercela dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
“Selama empat hari ini, kami telah melengkapi berkas kasus dan sidang kode etik terhadap Brigadir AKS sudah selesai. Ia terbukti melakukan perbuatan tercela dan dijatuhi sanksi PTDH,” jelas Nugroho, Senin (16/12/2024), dilansir dari kalteng.co.
Kasus ini ditangani secara serius oleh Ditreskrimum Polda Kalteng dengan pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI). Direktur Reskrimum Polda Kalteng, Kombes Pol Nuredy, menyatakan bahwa metode ilmiah digunakan untuk mengumpulkan bukti dan mendalami fakta kejadian.
“Melalui SCI, kami menetapkan AKS dan MH sebagai tersangka setelah proses penyelidikan dan penyidikan yang intensif. Total ada 13 saksi yang telah kami periksa,” ungkap Nuredy.
Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, menegaskan bahwa penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Pihak kepolisian juga menyampaikan permohonan maaf atas kejadian yang mencoreng nama baik institusi.
“Kapolda Kalteng menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban dan meminta maaf atas perilaku oknum anggota kepolisian yang tidak terpuji ini,” tutur Erlan.
Erlan juga menambahkan bahwa penyelidikan masih berjalan untuk mengungkap lebih detail mengenai motif dan kronologi kasus ini.
Terpisah, istri MH, Yuliani (38), menegaskan bahwa suaminya tidak mengetahui niat jahat yang dilakukan AKS. Menurutnya, MH hanya menjalankan pekerjaan sebagai sopir yang diminta tolong oleh oknum polisi tersebut.
“Suamiku hanya seorang sopir yang diminta tolong oleh Brigadir AKS untuk mengantarkan, tidak tahu apa-apa soal pembunuhan,” ungkap Yuliani dalam keterangannya, dikutip dari prokalteng.co.
Pengacara MH, Parlin Bayu Hutabarat, membela kliennya dengan menyatakan bahwa MH adalah sosok yang pertama kali melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Ironisnya, langkah tersebut justru berujung pada penetapan dirinya sebagai tersangka.
“Kasus ini terbongkar karena niat baik Pak MH melapor ke kepolisian. Namun, justru berakhir dengan penetapan dirinya sebagai tersangka,” ujar Parlin.
Parlin menambahkan, MH diduga melanggar Pasal 365 Ayat 4, Pasal 338, dan Pasal 55 KUHP. Namun, pihaknya menegaskan bahwa MH tidak terlibat dalam perencanaan kejahatan dan hanya bekerja sebagai sopir.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, Brigadir AKS diketahui terbukti mengonsumsi narkotika jenis sabu-sabu berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan. Hal ini semakin memperburuk citra pelaku dan memperkuat bukti keterlibatannya dalam aksi kejahatan tersebut.
Yuliani dan keluarga berharap agar proses penyidikan berjalan objektif dan transparan. Mereka meminta media dan pihak terkait untuk mempertimbangkan fakta bahwa MH hanyalah seorang pekerja yang tidak memiliki niat jahat dalam kejadian ini.
“Kami berharap kebenaran terungkap. Suami saya hanya seorang sopir yang tidak tahu menahu soal ini,” tegas Yuliani dengan penuh harap.
Penetapan Brigadir AKS sebagai tersangka dan pemberhentian tidak dengan hormat menegaskan komitmen Polri dalam menindak tegas oknum yang melanggar hukum. Di sisi lain, keluarga MH berharap adanya keadilan dalam penyelidikan, mengingat peran MH yang justru melaporkan kasus ini sejak awal.
Polda Kalteng berjanji akan menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan profesional demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.(Red)